BAB 2
Subjek dan Objek Hukum
1. Subyek Hukum Perdata
a. Manusia
Subekti dalam bukunya yang berjudul Pokok-Pokok
Hukum Perdata (hal. 19-21) mengatakan bahwa dalam hukum, orang (persoon)
berarti pembawa hak atau subyek di dalam hukum. Sebagaimana kami sarikan,
seseorang dikatakan sebagai subjek hukum (pembawa hak), dimulai dari ia
dilahirkan dan berakhir saat ia meninggal. Bahkan, jika diperlukan (seperti
misalnya dalam hal waris), dapat dihitung sejak ia dalam kandungan, asal ia
kemudian dilahirkan dalam keadaan hidup.
b. Badan Hukum
Subekti
(Ibid, hal 21) mengatakan bahwa di samping orang, badan-badan atau
perkumpulan-perkumpulan juga memiliki hak dan melakukan perbuatan hukum seperti
seorang manusia. Badan-badan atau perkumpulan-perkumpulan itu mempunyai kekayaan
sendiri, ikut serta dalam lalu lintas hukum dengan perantara pengurusnya, dapat
digugat, dan dapat juga menggugat di muka hakim.
Pada
sumber lain, penjelasan dalam artikel Metamorfosis
Badan Hukum Indonesia mengatakan bahwa dalam hukum perdata
telah lama diakui bahwa suatu badan hukum (sebagai suatu subyek hukum mandiri;persona
standi in judicio) dapat melakukan perbuatan melawan hukum (onrechtmatig
handelen; tort). Badan hukum mempunyai kewenangan melakukan perbuatan hukum
seperti halnya orang, akan tetapi perbuatan hukum itu hanya terbatas pada
bidang hukum harta kekayaan. Mengingat wujudnya adalah badan atau lembaga, maka
dalam mekanisme pelaksanaannya badan hukum bertindak dengan perantara
pengurus-pengurusnya.
Lebih
lanjut dikatakan dalam artikel itu bahwa badan hukum perdata terdiri dari
beberapa jenis, diantaranya perkumpulan, sebagaimana terdapat dalam Pasal
1653 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata(“KUH Perdata”); Perseroan
Terbatas (Undang-Undang
No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas); Koperasi (Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian); dan Yayasan (Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2011 tentang Yayasansebagaimana yang telah diubah
dengan Undang-Undang
Nomor 28 tahun 2004).
2. Subyek Hukum Publik (Pidana)
a. Manusia
Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, S.H. dalam bukunya Asas-Asas Hukum
Pidana di Indonesia (hal. 59) mengatakan bahwa dalam pandangan Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), yang dapat menjadi
subjek tindak pidana adalah seorang manusia sebagai oknum. Ini terlihat pada
perumusan-perumusan dari tindak pidana dalam KUHP yang menampakkan daya
berpikir sebagai syarat bagi subjek tindak pidana itu, juga terlihat pada wujud
hukuman/pidana yang termuat dalam pasal-pasal KUHP, yaitu hukuman penjara,
kurungan, dan denda.
b. Badan Hukum (Korporasi)
Masih
bersumber pada artikel Metamorfosis
Badan Hukum Indonesia, dalam ilmu hukum pidana, gambaran tentang
pelaku tindak pidana (kejahatan) masih sering dikaitkan dengan perbuatan yang
secara fisik dilakukan oleh pelaku (fysieke dader).
Dalam pustaka
hukum pidana modern telah diingatkan, bahwa dalam lingkungan sosial ekonomi
atau dalam lalu lintas perekonomian, seorang pelanggar hukum pidana tidak
selalu perlu melakukan kejahatannya itu secara fisik.
Karena perbuatan
korporasi selalu diwujudkan melalui perbuatan manusia (direksi; manajemen),
maka pelimpahan pertanggungjawaban manajemen (manusia; natural person),
menjadi perbuatan korporasi (badan hukum;legal person) dapat dilakukan
apabila perbuatan tersebut dalam lalu lintas kemasyarakatan berlaku sebagai
perbuatan korporasi. Ini yang dikenal sebagai konsep hukum tentang pelaku
fungsional (functionele dader).
KUHP belum
menerima pemikiran di atas dan menyatakan bahwa hanya pengurus (direksi)
korporasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum pidana (criminal
liability). Namun, pada perkembangannya korporasi juga dapat dimintakan
pertanggungjawaban secara hukum. Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
2. Objek
Hukum
Objek
hukum adalah segala sesuatu yang berada didalam peraturan hukum dan dapat
dimanfaatkan oleh subjek hukum berdasarkan hak kewajiban yang dimilikinya atas
objek hukum juga berguna bagi subjek hukum atau segala sesuatu yang menjadi
pokok permasalahan dan kepentingan bagi para subjek hukum. Jenis objek hukum
berdasarkan pasal 503-504 KUH perdata disebutkan bahwa benda dapt dibagi
menjadi 2, yakni benda yang bersifat kebendaan, dan benda yang bersifat tidak
kebendaan :
a.
Benda yang bersifat kebendaan
Suatu
benda yang sifatnya dapat dilihat,diraba,dirasakan dengan panca indra, terdiri
dari benda berubah atau berwujud yang meliputi, benda bergerak atau tidak
tetap,berupa benda yang dapat dihabiskan dan benda yang tidak dapat dihabiskan.
b.
Benda yang bersifat tidak kebendaan
Suatu benda yang dirasakan oleh panca
indera saja dan kemudian dapat direalisasikan menjadi suatu kenyataan contohnya
merk perusahaan,paten,dan ciptaan,musik.
3. Hak
Kebendaan yang Bersifat Sebagai Pelunas Hutang
Hak kebendaan
yang bersifat sebagai pelunasan hutang, disebut juga hak mutlak atau hak
absolute.Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunas hutang (hak jaminan)
adalah hak jaminan yang melekat pada kreditor yang memberikan kewenangan untuk
melaukan eksekusi kepada benda yang dijadikan jaminan jika debitur melakukan
wansprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian).
a. Jaminan hukum
Pelunasan
hutang dengan jaminan hukum didasarkan pada pasal 1131KUH Perdata dan pasal
1132 KUH perdata. Dalam hal ini benda yang dapat dijadikan pelunasan jaminan
umum telah memenuhi persyaratn anatara lain :
1.
Benda tersebut bersifat ekonomis (dapt dinilai dengan uang).
2.
Benda tersebut dapat dipindah tangankan kepada hak lain. b. Jamina khusus
Bahwa
setiap jaminan utang yang bersifat kontraltual yaitu yang terbit dengan
perjanjian tertentu,baik yang khusus ditujukan terhadap barang-barang tertentu
seperti gadai,hipoti hak tamggungan.
-Gadai Didalam
pasal 1150 KUH perdata disebutkan bahwa gadai adalah hak yang diperoleh
kreditur atas suatu barang bergerak yang diberikan kepadanya oleh debitur atau
orang lain atas namanya untuk menjamin suatu hutang.
-Hipotik
Berdasarkan pasal 1162 KUH perdata adalah suatu hak kebendaan atas benda tidak
bergerak untuk mengambil penggantian dari padanya bagi pelunasan suatu
perhutangan.
-Hak Tanggungan
Berdasarkan pasal 1 ayat 1 undang-undang hak tanggung (UUHT),hak tanggungan
merupakan hak jaminan atas tanah yang dibebankan.
SUMBER
http://eaffinretnosari.blogspot.com/2013/11/objek-hukum.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar