TULISAN 1 Ekonomi Koperasi
Nama : Nur Siti Fatimah
Kelas : 2EB21
NPM : 25212473
Mengapa Koperasi Hidup Segan Mati Pun Tak Mau?
Pendahuluan
Nasib koperasi di Indonesia semakin
muram, tak ditangani sepenuh hati. Pemerintah agaknya lebih menekankan pada
sistem ekonomi neoliberal. Cita-cita untuk menjadikan koperasi sebagai sokoguru
perekonomian Indonesia, agaknya semakin jauh panggang dari api. Kondisi
koperasi, terutama KUD (Koperasi Unit Desa), bak kerakap tumbuh diatas batu,
mati enggan hidup pun
tak mau.Justru yang lebih sering terdengar datang dari berbagai pelosok negeri, kegagalan demi kegagalan yang terjadi pada koperasi. Meski pemerintah memiliki kementerian yang menangani koperasi, namun kemauan pemerintah membangun koperasi belum sepenuh hati. Pemerintah lebih berasyik masuk dengan pembangunan sistem ekonomi yang tak pro rakyat, yakni sistem ekonomi neoliberal.
tak mau.Justru yang lebih sering terdengar datang dari berbagai pelosok negeri, kegagalan demi kegagalan yang terjadi pada koperasi. Meski pemerintah memiliki kementerian yang menangani koperasi, namun kemauan pemerintah membangun koperasi belum sepenuh hati. Pemerintah lebih berasyik masuk dengan pembangunan sistem ekonomi yang tak pro rakyat, yakni sistem ekonomi neoliberal.
Pembahasan
Jika
dilihat dari pertumbuhan koperasi, dari tahun ke tahun memang terjadi
peningkatan, namun seiring dengan itu terdengar pula nasib buruk menimpa
koperasi. Pada tahun 2010 misalnya, jumlah koperasi di Indonesia mencapai
170.411 unit dengan jumlah anggota 29,240 juta. Terjadi peningkatan 9,97%
dibanding 2008. Dari segi volume usaha, pada 2010 mencapai Rp 82,1 triliun atau
naik 19,95% dibanding volume usaha pada 2008.Tapi, angka capaian yang diperoleh
koperasi itu belum bisa dikatakan sebuah keberhasilan yang pantas disambut
dengan gegap gempita, Soalnya, anggota Majelis Pakar DEKOPIN (2010-2015), DR.
Ir. Hj. Endang Setyawati Thohari, M.Sc., melihat lebih dari 10% koperasi yang
ada di Indonesia itu sudah tidak aktif lagi. Dan, sebagian besar koperasi yang
beroperasi lagi tersebut berada di daerah pedesaan, yang lebih dikenal sebagai
Koperasi Unit Desa (KUD).
Padahal, menurut Ketua Bidang Koperasi
HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia) ini, KUD dalam perjalanannya merupakan
salah satu basis sektor primer yang memberikan lapangan kerja terbesar bagi
penduduk Indonesia. Artinya, kemandegan KUD menjadi cermin seretnya kemajuan
perekonomian di pedesaan. Dan, ini membuat ancaman pengangguran di pedesaan
semakin bertambah.
Dari sini, kata Endang Thohari, tampak
jelas bahwa kemauan pemerintah membangunan perekonomian berbasis kerakyatan,
koperasi, belum sepenuh hati. Endang Thohari punya alasan menyatakan pemerintah
tak serius memajukan perekonian di sektor koperasi ini. Karena, banyak program
yang sesungguhnya bisa bermanfaat besar bagi masyarakat, namun tidak
tersosialisasikan dengan baik. Salah satu contohnya, soal standarisasi aturan
pendirian koperasi yang tidak jelas.
Akibatnya, masing-masing notaris
memiliki aturan yang berbeda-beda dalam menentukan persyaratan pendirian
koperasi. Situasi ini diperparah lagi oleh kemauan pemerintah yang terlanjur
memilih sistem ekonomi liberal sebagai jiwa pembangunan ekonomi Indonesia.
Padahal ekonomi pedesaan pada umumnya dan koperasi khususnya, tidak mungkin
dibiarkan sendiri “berperang” menghadapi para pengusaha yang memiliki modal
raksasa. ”Seharusnya, pemerintah memberi perlindungan, perhatian dan bantuan
lebih besar pada koperasi dan perekonomian desa,” ujar Endang Thohari.
Hambatan lain yang dihadapi koperasi
atau ekonomi kerakyatan adalah dari sisi permodalan. Kemampuan koperasi,
terutama KUD, untuk mendapatkan akses pembiayaan terkendala aturan main yang
ada di bank. Padahal dana masyarakat yang terkumpul di bank sudah mencapai Rp
2.100 trilliun. Sesuai dengan ketentuan perbankan, 80% dari dana masyarakat itu
seharusnya dikembalikan ke masyarakat dalam bentuk pinjaman atau Loan Deposit
Ratio (LDR).Tapi, kenyataannya, hingga 2010 pengembalian dana atau LDR
perbankan ke masyarakat, misalnya untuk sektor pertanian, baru mencapai 5%. Penyebabnya, tak lain, karena
masyarakat kecil umumnya dan koperasi pada khususnya tidak sanggup memenuhi
syarat untuk mendapatkan kucuran kredit yang dikenal dengan prudential bank
berupa 5 C (capital, condition, character, capacity dan collateral).
Menurut Endang Thohari, dari kelima
prudential bank itu yang paling sulit dipenuhi oleh koperasi adalah collateral
atau agunan. Agunan berupa sertifikat tanah adalah paling layak oleh bank, tapi
bagi petani cukup memberatkan. Karena, sebagian besar petani pemilik sawah
belum tentu memiliki sertifikat.
Syarat lainnya, yang juga sulit, adalah
soal karakter hasil pertanian yang dikelola KUD memiliki risiko yang sangat
besar. Perbankan menganggap syarat ini penting lantaran sifat barang-barang
produk pertanian mudah rusak, dan tidak tahan lama.Ternyata belum ada upaya
untuk memperbaiki peraturan perbankan ini. Padahal, “Aturan itu seharusnya bisa
diubah oleh DPR, kalau memang benar-benar mau memperjuangkan masyarakat,”
ungkap Endang Thohari. Tapi, nyatanya, hingga kini peraturan itu masih tetap
berlaku, akibatnya masyarakat kesulitan mendapat kredit. “Padahal masalah
permodalan sudah sejak lama menjadi kendala dalam memajukan ekonomi
masyarakat,” kata Endang Thohari.Akibat dari itu semua, yang terjadi kemudian
terjadi saling tidak percaya antara petani dan koperasi di satu pihak dengan
bank di lain pihak. Sehingga yang terjadi sekarang, menurut Endang Thohari, banyak
petani dan koperasi yang memercayakan penyimpanan uangnya di bank, tetapi bank
tidak mempercayai petani atau koperasi sebagai salah satu penerima
kredit,”ungkap Endang Thohari.
Dan, lebih menyakitkan lagi, bank lebih
percaya mengucurkan kreditnya untuk pembangunan perumahan dan apartemen mewah
dibanding untuk para petani dan KUD. Agar pemerintah tidak dituding setengah
hati dalam membantu petani dan koperasi, pemerintah harus mengubah peraturan
itu.
Kesimpulan
Kita membutuhkan political will
pemerintah, bukan kebijakan yang berlaku seperti saat ini. Selama pemerintah
tidak mau bersungguhsungguh membangun ekonomi kerakyatan, selama itu pula nasib
petani dan koperasi kita terjerembab seperti sekarang.
Daftar Pustaka
- http://partaigerindra.or.id/2012/01/05/koperasi-hidup-segan-mati-tak-mau.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar